CERITA RAKYAT DARI AIFAT TIMUR KAB.MAYBRAT (KAPES NEN & BUO MAFAM)


 
(KAPES NEN SIA BUO MAFAM)

Pada mulanya, semua makhluk hidup di muka bumi ini terjalin sebuah relasi yang sangat harmonis. Mereka saling mencintai, menghargai, menolong, memperhatikan, menguatkan. Wah... Pokoknya hidup sangat menyenangkan. Kecemburuaan, persaingan, yang akhirnya menjurus pada perkelahian dan permusuhan, tidak mereka kenal. Manusia mudah bersahabat dengan seluruh jenis binatang, tmbuh-tumbuhan, bahkan makhluk-makhluk yang menghuni alam lain yaitu para roh-roh.

Namun, karena keserakahan dan kesombongan manusia, semuanya telah berubah.

Pada suatu kali, hiduplah dua orang yang bernama Kapes Nen dan Buo Mafam. Kapes Nen adalah seorang manusia raksasa, berbadan tinggi, dan sekujur tubuhnya dipenuhi oleh rambut berwarna kuning kecoklat-coklatan.

Kapes Nen tinggal di Sauron. Sauron adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang sudah meninggal alias dunia para roh (alam baka/akhirat). Di tempat itu, layaknya kehidupan manusia di dunia, dia pun memelihara binatang kesayangan seperti kuskus dan ular. Kuskus kesayanganya itu terdiri dari berbagai jenis yakni swi, sesa, tiftiah, ames, taus, dan sitah. Begitu juga ular, ada ular berjenis apahma, apyer, apmun, dan apopoh. Kapes Nen juga memiliki istri yaitu Apuk Kikiah (kadal).

Sedangkan Buo Mafam adalah seorang manusia biasa yang hidup di sebuah dusun sagu yang subur dan berlimpah dengan danging serta buah-buahan. Dusun itu memiliki pemandangan alam yang elok dan permai. Setiap orang yang berkunjung ke tempat itu pasti berdecak kagum akan kekayaan dan keindahan alamnya. Ia bersama istri dan anak-anaknya hidup bahagia. Mereka senantiasa bercanda ria seraya menanam sayur, menokok sagu, dan berburu.

Pada suatu malam, seperti biasa, Buo Mafam pergi ke hutan untuk berburu. Berbekal tombak dan parang serta sebuah “skah (obor), dia memasuki hutan rimba bersama dengan anjing piaraanya. Mata tajam Buo Mafam dan indra penciuman sang ajning seakan menyatu untuk memburu mangsa.

Sepanjang malam dia menyusuri gelapnya hutan belantara sambil memasang telinga penuh kosentrasi. Kadang dia mengendap-endap mengintai mangsa, terkadang harus lari mengejar kearah suara anjingnya yang menggonggong.

Dinginnya malam yang semakin menembusi tulang dan gigitan nyamuk serta lintah-lintah yang melekat mengisap darah di sekujur betisnya tak dihiraukan. Pikiranya hanya satu, kuskus hutan.

Gelapnya malam, sedikit demi sedikit mulai pudar memancarkan sinarnya. Desahan nafas panjang yang memancarkan perasaan kecewa terdengar jelas dari diri Buo Mafam. Malam ini dia tak seberuntung malam-malam sebelumnya. Tak satu binatang pun yang di gonggong anjingnya dapat dijinakan. Seakan-akan para penghuni hutan belantara ini tau bahaya yang mengancam dirinya.

“Sial ....!!! Kemana sebenarnya binatang-binatang penghuni hutan ini. Masa tak satu pun yang menunjukan batang hidungnya?” gerutu Buo Mafam.

Menjelang pagi, ketika raga sudah letih dan payah ditamba dengan perasaan kecewa, ia bersandar di sebatang pohon rindang untuk melepaskan dahaga. Keringat yang mengucur dari tubuhnya yang kekar membasahi pohon yang diam membisu menyaksikan wajah temeram tak bergairah, sering redupnya sinar sang rembulan di sambut surya pagi mereka diufuk timur, semakin menambah kejengkelannya. Ia merenung, mengapa malam ini bernasib sial?

Ketika pikiran sedang menerawang jauh mencari jawaban, tiba-tiba ia di kejutkan dengan gonggongan anjing-anjing sahabat setianya. Rombongan anjing itu berlari kearah sebuah pohon yang cukup tinggi dan rimbun. Dari balik rimbunan tersebut, bagaikan anak panah melesat dari busur pemburu, demikian seekor kuskus melarikan diri dari bahaya yang mengancam dirinya.

Buo Mafam berbekal kepiawiannya sebagai seorang pemburu, melompat bagaikan rusam mengejar seekor kuskus yang lari ketakutan. Dia bagaikan kerasukan roh. Mengejar dengan sekuat tenaga di sela-sela kayu-kayu yang tumbuh rapat. Semak-semak berduri yang merobek-robek kaki kaki berotot tak dihiraukanya. Akar-akar pohon pun dilompatiny dengan enteng.

Malang. Tak kala baku kejar tengah berlangsung, tiba-tiba kuskus itu lenyap dari pandangnya. Anjing-anjing pun tiba-tiba berdiam dan lenyap. Buo Mafam pun mengalami hal yang sama. Pandanganya menjadi gelap. Tubuh menjadi lemah. Mulut tak mampu berkata. Dia terjatuh terkapar di tanah. Dia pun lenyap dari pandangan manusia (Sauron Mbetiti).

Buo Mafam baru sadar ketika badannya terasa dingin dan pegal-pegal. Matanya sangat berat untuk di buka. Badanya sangat lemah. Pelan dia mengosok matannya dengan punggung telapak tangann. Samar-samar ia mampu melihat alam di sekelilingnya.

Aneh. Dimanakah aku sekarang, batinya. Ia sangat terkejut mendapati dirinya berada di suatu tempat yang sangat asing baginya. Ia bingung, takut, gelisah. Ia tak mengenal sedikitpun wilayah itu. Anehnya lagi, sebagai seorang pemburu, ia tak mengenali arah. Pertanyaan demi pertanyaan pun bermunculan . Apakh yang terjadi? Dimanakah anjing kesayanganku saat ini?

Belum lagi seribu satu pertanyaan terjawab, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara menggelegar yang datang dari balik semak-semak.

“Siapakah engkau....!? Ada kepentingan apa kamu memasuki di kawasanku?” suara itu bagaikan halilintar menyambar telinga Buo Mafam.

Mata Buo Mafam membelalak ketakutan, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, kakinya pun semakin lunglai tak mampu menopang tubuhnya yang kekar, ketika melihat sosok manusia raksasa yang bertanya kepada dirinya. Matanya merah, mulutnya tebal, rambutnya tergerai sebahu.... Dan badanya ditumbuhi bulu yang sangat lebat.

“Sa...sa...sa..saya ma..ma.. manusia. Nama saya adalah Buo Mafam. Saya sedang mengejar kuskus, te..tapi saya tidak tahu kenapa tiba-tiba saya berada di tempat ini?” jawab Buo Mafam dengan ketakutan.

Si raksasa mendengar jawaban itu tertawa terbahak-bahak.

“Huah... ha... ha...! huah.. ha.. ha..! Supaya kamu tahu hai manusia, kuskus itu adalah binatang kesayangan ku. Binatang kesayangan Kapes Nen, penguasa tempat ini ha..ha..ha...!!! Siapapun yang berani mengganggu, apalagi membunuhnya, dia harus berhadapan dengan murkaku ha...ha..ha...!!” katanya lagi.

Mendengar itu sangat ketakutanlah Buo Mafam.

“Am... Am...pun tu...an Kapes Nen, saya tidak tahu kalau kuskus itu binatang kesayanganmu. Ampunilah aku...!!” katanya setengah memohon.

Kapes Nen semakin tertawa terbahak-bahak, menggelegar di seantero wilayah itu.

“Baiklah, aku hargai kejujuranmu. Aku akan mengampuni kamu hanya dengan satu syarat, yakni apabila kamu mau tinggal bersama aku di sini!!” kata Kapes Nen.

Tidak ada pilihan lain. Ia pun menerima tawaran itu. Hatinya sangat pedih mengambil keputusan itu. Ia sadar bahwa ia harus meninggalkan anak dan istrinya di rumah. Siapa yang akan membantu menghidupi mereka, batinya.

Buo Mafam, walaupun masih dirundung kesedihan, bisa hidup bersama Kapes Nen dengan bahagia. Pada dasarnya Kapes Nen sangat baik. Seorang raksasa yang sangat menghargai Buo Mafam.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, mereka saling membagi tugas kerja secara adil. Kapes Nen bertugas berburu. Sedangkan Buo Mafam bertugas membuka kebun untuk menanam berbagai sayur-sayuran, keladi, petatas, singkong, dll.

Pada suatu hari, Kapes Nen pulang dari berburu dengan membawa hasil yang dibungkus dengan Mawi Mata (daun sukun). Hasil buruan itu ditaruh diatas dahan sebuah pohon yang ada dibelakang rumah mereka.

“Sobat...!! Tolong ambilkan hasil buruan saya di atas kayu itu!!!” perintah Kapes Nen.

“Yo...!!”, sahut Buo Mafam lalu pergi.

Ketika memegang binatang hasil buruan itu dia merasakan ada yang aneh. Ia menjadi penasaran. Pelan-pelan dia memberanikan diri membuka bungkusan tersebut.

Buo Mafam terpekik lirih, tubuhnya gemetar, matanya berkunang-kunang, dan mulutnya menganga. Keringat dingin membasahi tubuh yang mulai kurus itu. Darahnya mulai mendidih. Gigi-giginya pun mulai bergemeletuk menahan amarah. Ternyata, buruan yang ada dalam bungkusan tersebut adalah seorang anak bayi yang adalah anak kandungnya sendiri. Bocah kecil itu terkapar lemas di dalam bungkusan daun. Ternyata, selama ini Kapes Nen menyembunyikan makanan kesukaannya.

Buo Mafam dengan langkah gemetar dan ketakutan berbaur amarah, menyerahkan bungkusan itu kepada Kapes Nen.

“Ma..ma..afkan saya. Saya tidak bisa makan daging ini!!” katanya gemetar sambil menyerahkan kepada Kapes Nen.

“Mengapa kamu tidak mau makan binatang hasil buruanku. Ini adalah daging terlezat yang akan kamu rasakan. Cobalah, saya jamin, pasti kamu akan ketagihan”!

Mafkan saya, ketika saya ambil tadi, saya telah membukanya, dan ternyata isinya adalah anak saya sendiri. Saya tidak bisa makan daging manusia, apalagi anak saya sendiri. Makanan saya adalah daging kuskus yang menjadi piaraanmu!”

Kapes Nen terkejut. Mukanya pucat. Matanya terbelalak besar. Giginya bergemeletuk. Rahasianya mulai terbongkar. Tetapi dia menghadapinya dengan tenang dan seakan tidak besalah.

“Kalau begitu pergilah, ambil seekor kuskus piaranku dan bunuh lalu makanlah. Tapi hati-hati, kamu harus membunuh secara diam-diam sebab kalau sampai ia teriak, yang lain akan marah dan membunuh kamu!!” perintahnya.

Buo Mafam mengambil seekor kuskus piaraan Kapes Nen, membunuh lalu memasak di dalam bambu. Kapes Nen melakukan yang sama, dia membungkus bai tersebut dengan kulit kayu lalu membakarnya. Mereka berdua menikmati daging tersebut dengan singkong dan keladi. Alat yang digunakan untuk membakar adalah batu kali yang keras (Fra Snok). Peristiwa inipun terus dilakukan sepanjang Buo Mafam tinggal bersama Kapes Nen.

Pada suatu hari, kuskus piaraan Kapes Nen hampir habis. Buo Mafam juga mulai bosan. Maka dia memberanikan diri berbicara kepada Kapes Nen untuk memohon supaya dirinya diijinkan untuk pulang ke dunia manusia.

“Kapes Nen, bolehkah saya meminta sesuatu?” Buo Mafam membuka percakapan di sore itu.

“O...silahkan. Bukankh kamu adalah sahabat setiaku. Apakah permintaanmu?” jawab Kapes Nen dengan santai.

“Bolehkan saya kembali kedunia tempat tinggalku?”

“Kenapa kamu ingin pulang?” sahut Kapes Nen.

“Saya sudah lama tinggal di sini dan mulai bosan. Dan juga, saya sudah rindu dengan anak dan istri saya. Tolonglah, ijinkan saya untuk kembali ke dunia lagi!” jawab Buo Mafam terus terang.

Mendengar kejujuran Buo Mafam dan kerinduan hatinya untuk bertemu anak dan istrinya, akhirnya Kapes Nen dengan berat hati, memberi ijin dia pulang ke duinia.

Pagi hari, ketika matahari mulai naik, Kapes Nen dengan hati sedih mengantar Buo Mafam ke suatu tempat menuju dunia. Namun, sebelum mereka berpisah, mereka mengadakan perjanjian.

“Sobat..!! Sebelum kita berpisah, maukah kamu berjanji kepada saya?” tanya Kapes Nen.

“Perjanjian apa yang harus kita buat?” jawab Buo Mafam.

“Begini. Supaya hubungan kita tetap terjalin baik kita harus saling kontak. Caranya sederhana, setiap pukul dua belas kita bertemu di sini untuk tukar menukar!” Kapes Nen menjelaskan perjanjian.

“Apa yang akan kita tukar?” tanya Buo Mafam tidak sabar.

“Kamu bawa makanan kesukaanku dan saya akan menukar pula dengan binatang kesukaanmu!” jawabnya.

“Baiklah..!! Kita akan selalu bertemu pada waktu itu!” Buo Mafam menyetujui perjanjian.

Setelah itu berpisahlah mereka berdua diiringi derai air mata kesedihan.

Celaka. Ternyata setelah mereka berpisah tidak pernah lagi bertemu.

Pada suatu malam, Kapes Nen datang ke tempat yang dijanjikan untuk menukar makanan. Ia menunggu dan menunggu. Tapi, Buo Mafam tak kunjung tiba hingga fajar menyingsing.

Buo Mafam mengalami hal yang sama. Siangnya dia juga datang ke tempat yang dijanjikan untuk bertemu. Dengan membawa makanan kesukaan Kapes Nen, dia menunggu hingga gelap. Tapi, Kapes Nen pun tak kunjung tiba. Peristiwa ini terjadi terus menerus.

Ternyata, keduanya salah paham. Menurut Kapes Nen, jam dua belas itu adalah tengah malam. Tapi, Buo Mafam mengerti sebaliknya.

Akhirnya, Kapes Nen sangat kecewa dan marah. Maka dia mengutuk manusia dengan memberi tanda tumbuhan yang cepat layu dan mati dunia. Supaya manusia juga sama seperti tumbuhan itu, cepat layu dan mati. Tumbuhan itu adalah sniah, souset, sukret, upah, dan aut. Tumbuhan-tumbuhan ini memiliki daun yang mudah gugur. Sejak itu putuslah hubungan antara Buo Mafam dan Kapes Nen, dan saat itu pula manusia hidup di dunia tidak lama.

 

SMOGA TERHIBUR.!

(Oleh : Chorinus Mate)

 

Komentar

  1. Luar Pa Untuk Penulisan Nya, Izin Share Ya πŸ™❤

    BalasHapus
  2. Luar biasa tano ku 😊
    Terus kembangkan karya-karya mu.. Tuhan memberkatiπŸ˜‡

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat berkarya
      Tuhan berkati tano juga πŸ˜‡πŸ™

      Hapus
  3. Luar biasa anak.... Bapa hanya ingin tanya dari nana asal/diciptakan manusia Buo Mafam?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOBA-KOBA (AAM) SEBAGAI PAYUNG TRADISIONAL

MENJELANG HARDIKNAS 02 MEI 2021